Wednesday, 25 June 2014

Di negeri antara hiduplah seorang pemuda yang bernama Sangeda. Dia adalah putra Raja Linge. Sangeda adalah pemuda yang santun, sopan, dan rendah hati. Ia sangat di cintai oleh rakyatnya dan di hormati oleh putra-putra raja yang lainnya.
Sebenarnya Sengeda mempunyai seorang kakak yang bernama Bener Meriah. Ia mengungsi ke hutan karena di fitnah menentang sang Raja. Di hutan dia bertapa dan terus berdo’a. Ia meminta pada yang Sang Khalik agar dia di ubah wujudnya menjadi seekor Gajah Putih. Hal ini dilakukannya agar ia dapat mendekatkan diri dan diterima kembali oleh keluarga besarnya.
Pada suatu malam, Senegda bermimpi tentang seekor Gajah Putih. Gajah itu mengamuk dan mengobrak-abrik Kerajaan Linge. Dalam mimpinya ia bertemu dengan Rejee, gurunya. Sengeda yakin bahwa Gajah Putih itu adalah jelmaan kakak kandungnya. Oleh karena itu, sang Guru mengajarkan bagaimana cara menjinakkan Gajah itu tanpa membunuhnya.
Sengeda terbangun dari tidurnya, ia enghafal semua gerakan yang gurunya ajarkan di dalam mimpi. Awalnya memang seperti gerakan bela diri, seperti yang pernah di pelajarinya ketika masih Di Bukit Belang Gelee. Tetapi semakin lama bergerak, ia terlihat seperti menari-nari. Tarian inilah ang di sebut Tari Guel. Keesokan harinya, kehebohan terjadi di Kerajaan Linge. Seekor Gajah Putih mengamuk di alun-alun kerajaan. Para penduduk melempari dan menyoraki gajah itu sejak masuk gerbang kerajaan, sampai ke alun-alun.
Raja memerintahkan kepada pengawal kerajaan agar memanggil dan orang sakti untuk menjinakkan si gajah. Namun, seluruh semua benda tajam dan ilmu sakti tidak mebuat gajah putih itu bergeming sedikitpun. Sengeda merasa sedih, ia tahu bahwa gajah putih itu adalah jelmaan dari abang kandungnya. “Ayahanda, izinkan ananda menjinakkan Gajah Putih itu,” Kata Sengeda. “Benarkah ?” kata Raja Ragu. “Dengan izin Allah, dan restu ayahanda,” Sengeda meyakinkan.
Sengeda berangkat ke alun-alun diiringi teman-teman seperguruannya. Ia menaiki Gajah Hitam didampingi gurunya Rejee. Sengeda memerintahkan para penduduk agar tidak lagi menyerang sang Gajah.
Ia meminta para rakyat menabuh bunyi-bunyian. Tambur (tamur = gayo), canag (gamelan), gegedem ( rapaii atau rebana), sampai gong semuanya di tabuh. Para kaum ibu di minta untuk menabuhkan lesung padi atau jingki. Bunyi-bunyian itu akhirnya dapat menenangkan hati sang gajah putih itu.
Lalu, tiga puluh pemuda yang dari berbagai desa diperintahkan untuk membentu setengah lingkaran mengelilingi gajah putih sabil bertepuk tangan dengan irama yang beraturan dan memuji kebaikan-kebaikan Bener Meriah. Perlahan-lahan Sengeda bergerak menari dengan irama yang sangat perlahan. Gajah Putih putih itu mulai bangun dan bergerak maju mundur di tempat. Lambat laun gerak tari mulau terasa berirama gembira. Gerakan ini di kemudian hari dikenal dengan tari Redep.
Gajah Putih mulai melngkah mengikuti Sengeda. Lalu irama musik pun makin riang, gembira dan mulai kencang yang disebut Cicang Nangka. Berjalanlah gajah putih ke gerbang istana. Raja Linge telah menunggu di pintu istana (Umah pitu ruang) untuk menyambut sigajah putih. Ine atau ibu dari Sengeda dan Bener meriah bersebuka atau meratap dengan keharuan menyambut anaknya.
Di depan Raja Linge, gajah putih menunduk dan menghormat layaknya seorang anak yang sujud pada orang tua. Air mata mengalir dari kedua belah matanya. Kemudian Sengeda menceritakan kepada kedua ayah dan ibunya bahwa gajah putih ini adalah kakak kandungnya Bener Meriah. Dia meminta dirinya diubah menjadi gajah putih karena difitnah oleh teman-temannya. Kini ia ingin kembali kekeluarganya. Maka terharulah kedua orang tuanya itu yaitu Raja Linge dan permaisurinya.
Kabar tentang gajah putih yang sakti itu sampai di telinga Raja Aceh Darussalam. Raja Aceh sangat tertarik, dan meminta agar Gajah Putih itu di berikan kepada Kerajaan Aceh Darussalam. Walaupun berat, akhirnya Raja Linge menyerahkan gajah putih itu kepada Raja Aceh, sejak saat itu gajah putih itu dipelihara oleh Raja Aceh sebagai binatang kesayangan Kerajaan Darussalam.
Saat ini nama Bener Meriah dijadikan sebagai nama sebuah Kabupaten di Serambi mekah, setelah memisahkan diri dari Kabupaten Aceh Tengah. Gajah Putih atau Gajah Puteh di jadikan simbol Ksatria Kodam I Iskandar Muda Nanggroe Aceh Darussalam (sebelum dipindahkan ke sumatra utara bergabung dengan Kodam I Bukit Barisan). Sikap Bener Menriah dalm menjaga dan membela kehormatan diri dan keluarganya dilambangkan dengan Ponok (Badik) yang terselip di pinggang mepelai Pria.
Legenda Gajah Putih juga dipercaya sebagai awal mula terciptanya Tari Tradisional Guel yang hanya boleh ditarikan oleh laki-laki serta didampingi oleh guru rejee, gajah hitam, tujuh orang wanita penari utama, delapan wanita penari pengiring, dan seorang penari pria sebagai simbol Sengeda. Kerajaan Linge pernah berdiri di tanah gayo. Tapak dan bekas kerajaan tersebut masih bisa di temukan di Daerah Linge.

0 comments:

Post a Comment

jangan lupa komentar