Ie krueng daroy jeut keu seujarah / Bak putroe kamaliah manoe meu
upa / iskandar muda geukuh krueng nyan / tempat meuseunang putroe di
raya / iskandar muda geukuh krueng nyan / Tempat meuseunang hai raja di
raja//
Lirik di atas barangkali akrab ditelinga orang Aceh,
salah satu tembang yang dinyanyikan Rafly dalam lagu yang berjudul
“Krueng Daroy (Sungai Daroy)” sedikitnya telah menggambarkan kisah dan
sejarah Aceh pada waktu itu.
Komplek Putroe Phang,
begitu nama lain dari Kamilah seorang permaisuri Sultan Iskandar Muda.
Mungkin kata Putroe Phang sudah cukup familiar bagi Anda yang berada di
Banda Aceh sekitarnya, dari sinilah cerita dan kisah cinta itu berlabuh
sehingga Krueng Daroy pun hadir menjadi pelengkap di taman Ghairah para
raja ini.
Dulunya komplek Putroe Phang bersatu dengan
bangunan Gunongan dan Kandang sebelum dipisahkan oleh jalan raya seperti
saat ini, dari sampingnya bangunan Gunongan itulah mengalir air yang
sejuk dari Mata Ie (mata air) ke Krueng Aceh.
Gunongan dibangun
Sultan Iskandar Muda pada masanya memerintah sekitar tahun 1607-1636.
Bangunan yang berbentuk gunung kecil ini dibuat khusus untuk
permaisurinya, Putri Kamaliah. Bukan tanpa alasan, bangunan yang sampai
ini berdiri kokoh di pusat Kota Banda Aceh itu dibangun oleh Iskandar
Muda untuk mengobati rasa rindu Putri Kamaliah dengan kampung
halamannya, Negeri Pahang, Malaysia.
Begitulah, Krueng Daroy yang
saat ini masih bisa kita saksikan disebelah bangunan Gunongan. Sungai
ini juga sengaja dibuat oleh Iskandar Muda untuk mengaliri air dari Mata
Ie ke Krueng Aceh, melewati kompleks istana Sultan (Daruddonya), dari
sana juga akan kelihatan sebuah pinto kecil yang kini lebih dikenal
dengan Pinto Khob, sebagai pintu masuk bagi permaisuri untuk bermain di
taman Ghairah.
Kesejukan air dari Krueng Daroy pun tergambarkan dalam lantunan lagu Rafly,
“ie
jihile jeurneh hana ban / Sang sang cit ie nyan lam kulam kaca lagee
krueng kal kausar lam syuruga lapan / Keu ie seumbahyang raja di raja”,
begitulah adanya waktu itu.
Dengan
air Krueng Daroy ini pula, sang Putroe Phang bermandi di Gunongan
bersama dayang-dayang. Tepat di depan Gunongan ada sebuah Leusong
(Lesung), disinilah permaisuri mandi sambil memanjakan diri dengan
wewangian alami seperti bungong jeumpa dan seulanga.
Beratus tahun
kisah cinta Sultan dan Permaisuri telah berlalu, kini kenangan hanyalah
tinggal sejauh kita memandang. Kompleks Putroe Phang pun kini menjadi
salah satu ruang terbuka hijau di Banda Aceh.
Krueng Daroy yang
ada pun masih tetap utuh, namun keindahan dulu yang tidak bisa kita
temui lagi sekarang. Kalau dulu Putroe bisa mandi dengan air nan jernih,
namun sekarang baunya pun sering menyengat dan kadang sampah juga masih
terus berserakan didalamnya.
Mungkin Ie Krueng Daroy dan Putroe
Kamilah menjadi salah satu bukti sejarah dulu yang pernah ada, kisah
cinta sang Raja kepada permaisurinya. Hanya tinggal generasi sekarang
untuk memaknai apa yang telah ada dan menjaga nilai sejarah endatu
terdahulu.
0 comments:
Post a Comment
jangan lupa komentar