Penemuan kerangka manusia pra Sejarah berusia 6500 tahun di
Ceruk Mendale, Aceh Tengah. Tampaknya memunculkan kegairahan baru di
Gayo untuk melacak asal-usul suku Gayo. Banyak orang yang ingin
menjadikan penemuan itu sebagai bukti bahwa Gayo adalah penduduk pertama
yang menghuni Aceh.
Ada banyak yang komentar yang bermunculan tentang penemuan itu. Beberapa
komentar terdengar logis, tapi tidak sedikit pula komentar yang
mengaitkan penemuan itu dengan kekeberen (dongeng-dongeng) tentang
asal-usul Gayo. Seringkali terlihat pengkaitan itu tidak sinkron bahkan
kontradiktif dengan kronologi sejarah. Karena itulah melalui tulisan ini
saya mencoba untuk menyusun kronologi sejarah ini secara benar.
Untuk memahami kronologis sejarah kerangka yang ditemukan di ceruk
Mendale ini. Marilah kita memfokuskan perhatian kita ke angka 6500 yang
menunjukkan usia kerangka yang ditemukan itu. 6500 tahun adalah masa
yang sangat singkat dan dikategorikan modern kalau dipandang dari sudut
pandang geologi. Tapi itu adalah masa yang sangat lama sekali jika
dipandang dari sudut pandang sejarah peradaban manusia.
Pada masa itu, berdasarkan bukti berbagai penemuan arkeologi. Wilayah
Asia Tenggara dihuni oleh suku-suku ras negroid yang peradabannya
dikenal dengan peradaban Hoa Binh-Bacson, merujuk pada dua tempat yang
berada di Tonkin Vietnam. Tempat bukti arkeologi tentang peradaban ras
ini pertama kali ditemukan.
Sekitar 4500-3500 tahun yang lalu, melalui serangkaian proses migrasi
yang panjang. Ras mongoloid berbahasa Austronesia berdatangan dari
daratan asia mengisi wilayah Asia Tenggara ini. Mereka inilah yang
dikenal sebagai Proto-Malay atau Melayu Tua.
Ada berbagai teori mengenai asal-usul bangsa Melayu Tua ini. Teori yang
paling terkenal dan paling banyak dianut oleh ahli sejarah adalah “Teori
Yunnan”. Menurut teori ini, bangsa Melayu Tua bermigrasi dari sungai
Mekong. Teori Yunnan ini didukung oleh para ahli sejarah antara lain R.H
Geldern., J.H.C Kern, J.R Foster, J.R Logen, Slamet Muljana dan Asmah
Haji Omar.
Bukti-bukti yang mendukung teori ini antara lain ditemukannya,
peralatan-peralatan dari batu di berbagai tempat di kepulauan
nusantara, yang persis seperti peralatan yang sama yang ditemukan di
Asia tengah. Kemudian teori ini juga didukung oleh bukti kemiripan
adat-istiadat bangsa Melayu Tua dengan adat istiadat bangsa Assam dan
juga fakta bahwa bahasa suku-suku Melayu Tua memiliki banyak kemiripan
dengan bahasa orang Kamboja yang nenek moyangnya berasal dari hulu
sungai Mekong.
Suku-suku Melayu Tua ini diyakini sebagai bangsa pelaut dan memiliki
teknologi penangkapan ikan dan teknologi pertanian yang terbilang maju
pada zamannya. Karena kemampuan inilah mereka bisa berpindah dalam jarak
yang luar biasa jauh. Terbentang dari kepulauan Hawaii sampai
Madagaskar.
Memang ada bukti ilmiah baru yang disampaikan oleh HUGO (Human Genome
Organization) melalui sebuah penelitian genetik tentang ras Asia yang
menunjukkan adanya sebuah migrasi dari Asia Tenggara yang bergerak ke
utara dan kemudian mendiami Asia Timur. Bukan sebaliknya. Tapi juga
sangat banyak bukti bahwa sebelum ada ras mongoloid, Asia Tenggara ini
dihuni oleh Ras Negroid. Kedatangan ras mongoloid ke Asia Tenggara ini,
mendesak ras negroid yang sebelumnya menghuni wilayah ini, sampai jauh
ke timur dan akhirnya terkonsentrasi di sekitar Papua dan Australia.
Ketut Wiradnyana, ketua tim peneliti dalam kegiatan penggalian Ceruk
Mendale ini, kepada saya mengatakan kalau kerangka yang ditemukan itu
memiliki ciri-ciri campuran mongoloid dan negroid.
Jadi apakah kerangka yang ditemukan di ceruk Mendale itu adalah kerangka nenek moyang orang Gayo dalam pengertian yang sekarang?
Kalau merujuk pada angka 6500 yang menunjukkan tahun usia kerangka yang
ditemukan. Kemudian kisah dalam kekeberen yang kita jadikan rujukan,
jawabannya jelas BUKAN!
Memang pada kisah kekeberen , kita tidak akan bisa menemukan angka tahun
pada kisah yang diceritakan, jadi secara kronologi sejarah. Kapan kisah
dalam kekeberen itu terjadi tidak dapat secara tepat kita ketahui.
Tapi, berdasarkan isi kisah itu. Berdasar momen-momen dan istilah yang
diceritakan dalam kisah itu. Kita bisa menelusuri titik terjauh saat
momen dalam kisah itu bermula dan titik terjauh kapan istilah yang
dipakai dalam kekeberen itu mulai dikenal manusia.
Berdasarkan penelusuran seperti inilah kita bisa memastikan. Kalau
kekeberen yang ada di Gayo yang kita jadikan rujukan. Semuanya
menunjukkan bahwa orang Gayo adalah penghuni yang sangat baru di pulau
Sumatra. Karena informasi yang kita dapat berbagai rujukan itu semua
berdasarkan kisah-kisah yang sudah kentara berbau Islam yang baru masuk
ke Aceh pada paruh milenium kedua. Jadi jelas sama sekali tidak ada
hubungan dengan kerangka yang ditemukan di Ceruk Mendale. Bayangkan,
Rasulullah Muhammad SAW saja lahir 5000 tahun sesudah pemilik kerangka
di Ceruk Mendale meninggal.
Dalam kekeberen yang dikisahkan secara temurun dari mulut, ada banyak
kisah yang merujuk asal-usul orang Gayo ke negeri Rum alias Turki. Kisah
seperti ini yang disampaikan dalam bentuk seperti pantun, contohnya
seperti di bawah ini;
Anak ni reje Rum ari Ujung Acih …… Anak Raja negeri RUM dari Ujung Aceh
Bersarung gunur …………………. Di Gayo, yang dimaksud dengan sarung adalah seliput yang melindungi bayi di dalam perut. Gunur sendiri sejenis timun (atau labu?) dengan ukuran kira-kira sebesar semangka.
Bersarung gunur …………………. Di Gayo, yang dimaksud dengan sarung adalah seliput yang melindungi bayi di dalam perut. Gunur sendiri sejenis timun (atau labu?) dengan ukuran kira-kira sebesar semangka.
Gere betih lintang ………………. Entah melintang
Gere betih bujur…………………. Entah membujur
Gere murupe lagu manusie………….. Tidak mirip manusia
Gere betih bujur…………………. Entah membujur
Gere murupe lagu manusie………….. Tidak mirip manusia
Dalam kisah ini diceritakan, karena malu. Permaisuri raja Rum, berencana
menghanyutkan sang anak ke laut (mirip kisah nabi musa). Tapi kemudian
sang suami punya ide yang lebih baik. Anak tersebut digantungkan pada
layang-layang dan dibawa terbang sampai ke langit.
Di sini yang perlu kita soroti adalah negeri RUM yang berasal dari kata
“Romawi”, yang beribukota Istanbul, ibu kota Turki sekarang adalah
ibukota dari kerajaan Byzantium yang sebelumnya dikenal dengan nama
Romawi Timur.
Sejarah berdirinya Romawi Timur ini diawali dari kekacauan di dunia
Romawi yang memakan korban lima kaisar dalam sepuluh tahun. Kekacauan
itu berhenti setelah DIOCLETIANUS naik ke tahta kekaisaran dan membagi
kekaisaran Romawi yang luas menjadi Romawi Barat yanng berpusat di Roma
dan Romawi Timur yang berpusat di Turki sekarang. Diocletianus sendiri
memilih berkuasa di Timur, sementara Kekaisaran Barat dia berikan kepada
temannya Maximilianus yang dalam sejarah dikenal sebagai Kaisar
Augustus. Anak dari Diocletianus, bernama Konstantinus yang menganut
kristen yang dia warisi dari Ibunya, menggantikannya sebagai Kaisar dan
menjadi Kaisar kristen pertama. Konstantinus inilah yang mendirikan
KONSTANTINOPEL ibukota Romawi Timur yang dinamakan berdasarkan namanya
sendiri. Kota ini diresmikan pada tanggal 11 Mei 330 m.
Pada masa itu suku Turki sendiri masih merupakan suku pengembara yang hidup di Asia Tengah.
Diantara suku-suku bangsa Turki itu terdapat suku Uighur Aksulik,
Kashgarlik, Uyghur, Uigur dan Turfanlik yang pada tahun 840 keluar dari
Mongolia melalui Kyrzyg dan menyebar ke banyak arah termasuk Cina. Entah
bagaimana ceritanya, kadang-kadang orang Gayo juga berspekulasi bahwa
mereka berasal dari suku Uighur yang juga disebut suku Hui ini. Dan
sekali lagi kalau kekeberen ini dijadikan rujukan, jelas sama sekali
tidak kena dengan kerangka yang ditemukan di Ceruk Mendale.
Konstantinopel baru ditaklukkan oleh Turki Islam pada tahun 1453 dan
penguasa baru ini menguasai seluruh kekuasaan Byzantium, dan mengubah
nama kota Konstantinopel menjadi Istanbul. Wilayah inilah yang sekarang
kita kenal dengan negara Turki.
Jadi kalau kita telusuri asal mulanya. Sebenarnya kisah kekeberen yang
memuat tentang negeri RUM ini bermula. tidak lebih jauh dari 1600-an.
Ketika Portugis mulai berlayar ke Nusantara. Ketika Kerajaan Aceh yang
memeluk Islam meminta pertolongan Turki untuk memerangi Portugis yang
Kristen. Turki yang merupakan kekhalifahan Islam terbesar saat itu
menyambut permintaan Aceh dengan mengirimkan ahli strategi perang dan
sebuah meriam. Aceh kemudian menang dalam perang melawan portugis itu
dan sebagai dampak ikutannya, Turki pun jadi sedemikian dipuja di Aceh
dan seluruh dunia Melayu (baca buku Anthony Reid, Menuju Sejarah
Sumatra: Antara Indonesia dan Dunia).
Sejak saat itu raja-raja sampai pemimpin kecil suku-suku di Aceh dan
seluruh dunia Melayu mulai merujuk silsilah mereka sampai ke raja-raja
di Turki yang di dunia melayu sering disebut sebagai negeri RUM.
Kisah lain tentang asal-usul suku Gayo ini mirip dengan cerita Nabi Nuh
tentang banjir besar, tapi jelas secara kronologis sejarah ini tidak
mungkin di masa nabi Nuh, karena saat itu sudah ada istilah Selten
(Sultan) seperti yang diceritakan melalui pantun di bawah ini.
Surut ni waih pe le……………….. Air mulai surut
Tikik-tikik teduh ni waih………….. Air berhenti (mengalir) sedikit demi sedikit
i ujung Acih……………………… Di ujung Aceh
Tikik-tikik teduh ni waih………….. Air berhenti (mengalir) sedikit demi sedikit
i ujung Acih……………………… Di ujung Aceh
Oya kati si abangen i Linge………… Itulah sebabnya abangnya di Linge
Si bensu Acih kerna oya……………. Karena itulah Aceh menjadi bungsu
Si bensu Acih kerna oya……………. Karena itulah Aceh menjadi bungsu
Anak ni Selten Genali si Ude……….. Anak Sultan Genali dari Istri muda
Si Linge anaken si ulubere…………. Di Linge anak yang pertama
Yang menarik dalam kisah ini ada, sebutan “Selten Genali” (Sultan
Genali) di sana. Seberapa tua kisah ini bisa kita telusuri dari sejarah
kapan istilah ‘Sultan’ ini mulai dikenal dalam peradaban manusia.
Istilah Sultan baru ada pada tahun 1037 Masehi. Berawal dari ketika
pasukan Turki Seljuk di bawah pimpinan Tughril Bey (Cucu dari Seljuk),
menyerang Baghdad. Khalifah yang ketakutan dengan berbagai cara
diplomasi yang lihai membujuk Thuhril Bey (kadang disebut Tughril Beg),
orang turki Islam yang tidak bisa berbahasa Arab ini agar tidak membumi
hanguskan Baghdad. Dan salah satu caranya adalah, Khalifah memberinya
gelar SULTAN , yang berarti pejabat tertinggi. Jadi jelas usia kekeberen
di atas masih sangat muda dan sama sekali tidak sinkron dengan sejarah
kerangka manusia berusia 6500 tahun yang ditemukan di Ceruk Mendale.
Kalau peradaban mainstream, Eurasia yang kita jadikan rujukan. Masa
ketika pemilik kerangka di Ceruk Mendale itu hidup kira-kira sama dengan
masa ketika peradaban baru mulai muncul di daratan Eurasia. Ketika
bangsa Sumeria membangun kota-kota bernama Kish, Lagash, Eridu, dan
Uruk. Yang diperkirakan terjadi sekitar tahun 3300 SM.
Pada masa yang sama, bangsa SEMIT yang menjadi nenek moyang orang Arab
dan Yahudi tinggal di Kanaan. Bangsa Semit baru muncul ke permukaan dan
dikenal dalam sejarah peradaban ketika pada tahun 2370 SM (Lebih dari
2000 tahun setelah pemilik kerangka di Ceruk Mendale meninggal) Sargon
dari Agade memimpin pemberontakan yang menggulingkan raja Kish. Jadi
bisa dibayangkan bagaimana kronologi sejarahnya, 2000 tahun setelah
pemilik kerangka di Ceruk Mendale meninggal. Bangsa Arab dan Bangsa
Yahudi saja belum ada.
Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan Bangsa Yahudi ,
diperkirakan hidup sekitar 1800 SM (2700 tahun setelah pemilik kerangka
di Ceruk Mendale meninggal). Bersamaan dengan saat Hammurabi mendirikan
Babilonia.
Jadi, berbagai kekeberen tentang asal-usul Gayo yang memiliki ‘bau-bau’
Islam ini, jelas masih sangat baru kalau dibandingkan dengan sejarah
kerangka yang ditemukan di Ceruk Mendale.
Menarik juga untuk kita ketahui, kenapa orang Gayo suka sekali
mengaitkan silsilahnya dengan bangsa besar dalam sejarah. Kalau kita
membaca berbagai penelitian antropologis tentang Gayo, mulai dari
Hurgronje sampai Bowen. Kita dapat menyimpulkan bahwa fenomena ini
terjadi karena karakter sosiopolitik Gayo yang khas, dimana otoritas
kekuasaan didasarkan pada hubungan kekerabatan.
Kalau Aceh kita jadikan sebagai pembanding. Kita akan segera melihat
kalau kekuasaan RAJA di Gayo tidak sebesar kekuasaan RAJA di Aceh. Kalau
di Aceh, raja memiliki otoritas yang sangat kuat dan berdasarkan
teritorial. Sosiopolitik Aceh mengembangkan sikap takut dan hormat dari
rakyat kepada penguasa. Sementara di Gayo seorang raja hanya bisa
melakukan apa yang dia mau, sepanjang para kerabat setuju. Jadi, RAJA
dalam pengertian seseorang yang memiliki otoritas penuh sama sekali
tidak dikenal di dalam kebudayaan Gayo. Sepanjang sejarahnya, setiap
reje di kampung-kampung di Gayo, selalu mendapat koreksi kalau
kebijakannya tidak disukai oleh masyarakat. Gayo people, “true
republican”, are born egaliterian. Tulis Bowen dalam bukunya Sumatran
Politics and Poetics, Gayo History 1900 - 1989. Karakter sosiopolitik
seperti ini pulalah yang menjelaskan perilaku politik orang Gayo sampai
hari ini. Karena semua orang Gayo merasa setara (born egaliterian). Di
Gayo, seorang penguasa tidak pernah benar-benar ditakuti dan dihormati
secara berlebihan. sebab pada hakikatnya seorang raja di Gayo itu
hanyalah seorang “Presiden” di sebuah republik kecil. Apapun kebijakan
penguasa yang tidak sesuai dengan kemauan rakyat, orang Gayo akan
mengkritiknya dan fenomena itu terjadi sampai hari ini.
Keterbatasan otoritas inilah yang kemudian membuat penguasa Gayo
mengembangkan kisah-kisah yang merujuk silsilahnya kepada tokoh-tokoh
atau bangsa besar dalam sejarah. Karena memang hanya dengan cara inilah,
seorang penguasa di Gayo bisa sedikit dihormati oleh masyarakatnya yang
semuanya merasa tidak kurang hebat dari sang penguasa.
Kalau kekeberen yang dijadikan rujukan, masa terjauh yang bisa kita
telusuri adalah Kekeberen si Dewajadi sebagai sebagaimana diceritakan
oleh Nyaq Putih kepada Hazeu pada tahun 1905. (Di dalam kultur Batak
kisah yang sama dikenal dengan kisah Dewa Mula Jadi). Kekeberen si Dewa
Jadi ini berkisah tentang seseorang di daratan Asia yang memiliki
layangan yang sangat besar, diterbangkan angin bersama layangannya
sampai ke Gayo (lihat kemiripannya dengan kekeberen pertama).
Apa yang bisa kita lihat dari kisah ini adalah; saat itu layang-layang
sudah dikenal dan dari nama sang tokoh, kentara sekali terlihat pengaruh
Hindu. Mengingat pengaruh Hindu baru mulai menyebar di kepulauan
Nusantara ini pada abad ke I. Artinya 4500 tahun setelah pemilik
kerangka di Ceruk Mendale meninggal. Pengaruh hindu ini masih bisa kita
lihat pada aksara Batak yang berakar pada huruf-huruf yang memiliki
pengaruh sanskerta. Gayo juga dipercaya dulunya memiliki huruf-huruf
seperti ini, tapi semuanya lenyap seiring dengan diterimanya agama Islam
dan Gayo pun mulai mengenal huruf Arab dan menganggap semua peradaban
sebelumnya sebagai peradaban kafir.
Jadi kalau kita cermati angka 6500 yang menunjukkan angka tahun
meninggalnya pemilik kerangka di Ceruk Mendale itu. Semua sejarah bahkan
kekeberen Gayo, jadi terdengar seperti kisah kemaren sore.
Apalagi kalau keberadaan kerangka itu dikaitkan dengan cerita Batak 27
yang katanya bukan penduduk asli di Gayo. Jelas ini menjadi semakin
lucu, karena istilah BATAK sendiri sebenarnya adalah klasifikasi yang
diberikan oleh orang Aceh untuk membedakan penduduk pedalaman
berdasarkan Agama. Penduduk pedalaman yang bersedia menerima Islam
adalah Gayo, sisanya oleh orang Aceh diklasifikasikan sebagai Batak
(baca Menuju Sejarah Sumatra: Antara Indonesia dan Dunia oleh Anthony
Reid). Dan kejadian itu baru terjadi sekitar tahun 1200-1300-an, bahkan
mungkin lebih baru lagi. Jauh sebelumnya, Batak dan Gayo itu jelas
sebuah entitas yang sama yang hanya berbeda di detail-detail kecil
budaya dan kebiasaannya.
Jadi bukankah sangat konyol secara logika, kalau test DNA yang akan
dicocokkan dengan kerangka yang ditemukan di Ceruk Mendale itu hanya
mengambil sampel DNA suku Gayo yang dipercaya sebagai suku Gayo asli
dengan mengesampingkan suku Gayo yang dianggap sebagai keturunan Batak
27. Sebab itu adalah hal yang sangat konyol, secara logika.
Karena kerangka itu berusia 6500 tahun, sementara Gayo menjadi entitas
yang terpisah dengan Batak baru 800 Tahun. Jadi selama 5700 tahun
sebelumnya (dengan menjadikan usia kerangka sebagai acuan) Batak adalah
Gayo, dan sebaliknya.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang Gayo Asal Isaq
Orang Gayo Asal Isaq
Referensi :
Byzantium, The Early, Norwich, John J. 1996
Byzantium, Decline and Fall, Norwich, John J. 1996
Gajosch-Nederlandchs Woordenboek. Hazeu, G.A.J. 1907
Het Gajoland en eits bewoner
History of Hebrew People, CA Barton
Menuju Sejarah Sumatra: Antara Indonesia dan Dunia, Anthony Reid 2010
Nusantara, A History of Indonesia, Vlekke Bernard.1960
Sumatran Politics and Poetics, Gayo History 1900-1989. Bowen, John. R. 1991
Tanah Gayo dan penduduknya. C. Snouck Hurgronje, 1996
The Greatness That Was Babylon, HWF Saggs
The Indianized State of South East Asia, W. Vella .1968
The Seljuks in Asia Minor, Frederick A Fraeger .1961
The Sumerian, SN Kramer
http://the_uighurs.tripod.com/hist.htm
http://sejarawan.wordpress.com/2007/10/05/penduduk-indonesia-tertua-dan-persebaran-bangsa-bangsa-dalam-zaman-prehistori/
http://en.wikipedia.org/wiki/Proto-Malay
http://aalmarusy.blogspot.com/2010/09/kebudayaan-bacson-hoabinh-dan-dong-son.html
http://anthropologist.livejournal.com/1315039.html
Byzantium, Decline and Fall, Norwich, John J. 1996
Gajosch-Nederlandchs Woordenboek. Hazeu, G.A.J. 1907
Het Gajoland en eits bewoner
History of Hebrew People, CA Barton
Menuju Sejarah Sumatra: Antara Indonesia dan Dunia, Anthony Reid 2010
Nusantara, A History of Indonesia, Vlekke Bernard.1960
Sumatran Politics and Poetics, Gayo History 1900-1989. Bowen, John. R. 1991
Tanah Gayo dan penduduknya. C. Snouck Hurgronje, 1996
The Greatness That Was Babylon, HWF Saggs
The Indianized State of South East Asia, W. Vella .1968
The Seljuks in Asia Minor, Frederick A Fraeger .1961
The Sumerian, SN Kramer
http://the_uighurs.tripod.com/hist.htm
http://sejarawan.wordpress.com/2007/10/05/penduduk-indonesia-tertua-dan-persebaran-bangsa-bangsa-dalam-zaman-prehistori/
http://en.wikipedia.org/wiki/Proto-Malay
http://aalmarusy.blogspot.com/2010/09/kebudayaan-bacson-hoabinh-dan-dong-son.html
http://anthropologist.livejournal.com/1315039.html
0 comments:
Post a Comment
jangan lupa komentar