Friday, 27 June 2014

Kerajaan Aceh Darussalam pada puncak kejayaannya dimasa Sultan Iskandar Muda Darma Wangsa Perkasa Alam Syah 1607-1636 M, Tercatat sebuah kisah sejarah yang sangat tragis tentang Poteu Cut Meurah Pupook atau Putra Mahkota kerajaan Aceh Darussalam, satu-satunya putra Sultan Iskandar Muda pewaris tahta kerajaan Aceh Darussalam harus bernasib dihukum mati sesuai hukum Islam oleh ayahandanya sendiri Sultan Iskandar Muda karena terbukti berbuat zina.
Peristiwa yang terjadi pada tanggal 12 Desember 1636 M merupakan tragedi sejarah bagi kerajaan Aceh Darusslam dan ujian besar bagi Sultan Iskandar Muda. Dimana tumpuan harapan Sultan Iskandar Muda kepada putra satu-satunya Putra Mahkota Poteu Cut Meurah Pupook telah dituduh melakukan zina, dan berdasarkan penyelidikan yang diperintahkan langsung oleh Sultan terbukti Poteu Cut Meurah Pupook telah melakukan perbuatan aib besar bagi kerajaan Aceh Darussalam dan dosa besar didalam agama Islam yang hukumannya adalah mati.
Sebagai Sultan kerajaan Aceh Darussalam yang pada waktu itu sangat konsisten dan adil didalam menegakkan hukum Islam tanpa ragu sedikitpun Sultan Iskandar Muda menjatuhkan hukuman mati kepada putranya dengan sebuah maklumat yang dikenang dan dicatat didalam sejarah sampai kini oleh rakyat Aceh, Matee Aneuk Meupat Jrat Gadoh adat ho tajak mita artinya Mati Anak ada tempat pusaranya hilang adat kemana dicari.
Sebagai salah satu kerajaan Islam terbesar disemenanjung selat Malaka waktu itu Sultan Iskandar Muda yang tengah berkuasa seharusnya bisa memberi grasi atau setidak tidaknya keringanan hukuman bagi putra mahkota Kerajaan Aceh itu akan tetapi Sultan Iskandar Muda atas pertimbangannya sebagai Sultan Aceh hanya memberi ampunan kepada wanita yang berzina dengan Poteu Cut, berdasarkan pertimbangan Sultan, wanita tersebut memiliki suami dan anak yang masih kecil,sama sekali tidak memaafkan putranya meskipun para petinggi istana kerajaan meminta keringanan kepada Sultan. Sebagai seorang Ayah dan seorang Sultan Kerajan Islam Aceh Darussalam tentu merasa sangat terpukul dan kecewa atas perbuatan putranya tersebut. Bila memberikan ampunan kepada putranya rakyat akan kehilangan kepercayaan kepadanya berserta marwah dan martabat adat dan hukum Kerajaan Islam Aceh akan jatuh hanya karena perbuatan Poteu Cut dimaafkan Sultan, sedangkan bila hukuman dilaksanakan mesti Sultan Iskandar Muda kehilangan putranya sekaligus kehilangan pewaris tahta kerajaan Islam Aceh Darussalam, adat dan hukum Islam masih tetap tegak di Kerajaan Aceh Darussalam.
Sikap dan keputusan Sultan Iskandar Muda akan selalu dikenang selamanya sebagai simbol keadilan di tanah Serambi Mekkah sampai detik ini. Sultan Iskandar Muda setelah lima belas hari setelah peristiwa ini jatuh sakit dan mangkat pada 27 Desember 1636 M, sepeninggal Sultan Iskandar Muda dan Poteu Cut Meurah Pupook Sultan Aceh digantikan oleh menantunya Sultan Mughaiyat Syah Iskandar Sani 1636-1641 M suami dari Putri Iskandar Muda yang kemudian mengantikan suaminya sebagai Sultanah pertama Kerajaan Aceh Darussalam yang bergelar Sultanah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat 1641-1675 M.
Peristiwa Poteu Cut Meurah Pupook merupakan tanda-tanda akhir kegemilangan Kerajaan Aceh Darussalam karena sejarah mencatat setelah peristiwa Poteu Cut Meurah Pupook satu-satunya anak lelaki Sultan Iskandar Muda dan pewaris tahta Kerajaan Aceh Darussalam harus menerima nasib dihukum mati oleh ayahandanya sendiri.
Kejadian ini bukanlah peristiwa biasa karena setelah peristiwa tragedi ini terjadi Kerajaan Aceh Darussalam berturut-turut lima kali dipimpin oleh Sultanah Ratu dan yang terakhir Sultanah Sri Ratu Kamalat Syah anak angkat Ratu Safiatuddin 1688-1699, baru kemudian tahun 1699 naik bertahta Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamalullil 1699-1702M. Dari perjalanan sejarah kerajaan Aceh Darussalam tanda-tanda kemunduran dengan peristiwa tragedi Poteu Cut sudah dapat terbaca, karena dengan hilangnya Putra Mahkota Kerajaan Aceh Darussalam sekaligus mangkatnya Sultan Iskandar Muda lima belas hari peristiwa tersebut selanjutnya kepemimpinan Kerajaan Aceh Darussalam setelah menantu kesayangan Sultan Iskandar Muda, Sultan Iskandar Sani, Kerajaan Islam Aceh Darussalam memasuki era kepimpinan Ratu atau Sultanah. Krisis kepemimpinan inilah yang menyebabkan perlahan-lahan kemunduran Kerajaan Islam Aceh Darussalam dan memasuki masa-masa suram sampai datangnya bangsa-bangsa Eropa.
Tanda-tanda zaman akan runtuhnya sebuah imperium Islam Kerajaan Aceh Darussalam mulai terasa dengan puncak peristiwa Poteu Cut sebagai lambang keadilan Sultan Iskandar Muda sekaligus tanda-tanda kemunduran Kerajaa Islam Aceh Darusslam, meskipun masih bisa bertahan dengan kepemimpinan Sultanah akan tetapi sejarah telah mencatat Sultan Iskandar Muda telah menutup zaman keemasan Kerajaan Islam Aceh Darussalam sebagai Sultan terbesar sepanjang zaman dengan menguburkan putranya sendiri demi tegaknya hukum Islam di kerajaan Aceh Darussalam.
Tepatnya peristiwa sejarah ini seperti firasat dan ucapan terakhir Sultan Iskandar Muda Matee Aneuk Meupat Jrat, Gadoh adat ho tajak mita, mati anak ada tempat pusara hilang adat kemana dicari, Titah terakhir Sultan mengandung dua makna yang terbukti, bahwa keadilan hukum Islam dan adat Aceh meskipun masa kesultanan telah berakhir sampai kini tetap hidup ditengah rakyat Aceh meskipun Aceh telah benar – benar kehilangan kepemimpinan lelaki dari garis keturunan Sultan Iskandar Muda.
Sikap dan keputusan Sultan Iskandar Muda dengan memilih menguburkan putra mahkota Poteu Cut Muerah Puook dan memilih tegaknya adat dan hukum Islam dikerajaan Islam Aceh Darussalam adalah sebagai bukti watak dan karakteristik Sultan Aceh beserta seluruh rakyat di kerajaan Islam Aceh Darussalam lebih mengutamakan tegaknya Adat Dan Hukum daripada tegaknya kesultanan dengan mentolerir perbuatan Poteu Cut yang telah terbukti melanggar adat dan hukum Kerajaan Islam Aceh Darussalam. Dan kesalahan ini cukup terasa berkabung berabad kemudian.
Poteu Cut Muerah Pupook Putra Mahkota Kerajaan Islam Aceh Darussalam anak kesayangan Baginda Sultan Iskandar Muda atas perintah ayahandanya setelah menjalani hukuman mati dimakamkan diluar kandang atau makam raja-raja Aceh disebidang tanah dan terasing sendiri makam Poteu Cut Meurah Pupook yang kemudian dikuburan Poteu Cut ikut dimakamkan perwira-perwira tentera Belanda yang mati didalam Perang Aceh yang terkenal dengan nama Pekuburan Kerkhop Peucut yang sampai detik ini menjadi saksi bisu sejarah Aceh dan Belanda, dimana beribu jasad tentera Belanda dikuburkan dimakam Kerkhop Peucut sementara disana hanya seorang pewaris tahta kerajaan Islam Aceh Darussalam putra Mahkota Iskandar Muda bersemayam seorang diri karena melakukan satu kejahatan besar berbuat Zina, inilah sejarah hidup seanjang zaman yang menceritakan bahwa Sultan dan Rakyat Aceh lebih memilih menegakkan keadilan menurut adat dan hukum Islam daripada meneruskan tahta kerajaan kepada putra mahkota yang telah melakukan perbuatan tercela.
Tidak seorangpun bisa mengubah takdir Allah SWT, jalan sejarah Aceh sepanjang abad akan tetap terus berlangsung untuk melaksanakan amanah-amanah warisan endatu demi menjaga tegaknya perintah Allah SWT diujung paling barat kepulauan Nusantara ditanah air Indonesia tercinta.

0 comments:

Post a Comment

jangan lupa komentar