Kerajaan Aceh
Darussalam pada puncak kejayaannya dimasa Sultan Iskandar Muda Darma
Wangsa Perkasa Alam Syah 1607-1636 M, Tercatat sebuah kisah sejarah yang
sangat tragis tentang Poteu Cut Meurah Pupook atau Putra Mahkota
kerajaan Aceh Darussalam, satu-satunya putra Sultan Iskandar Muda
pewaris tahta kerajaan Aceh Darussalam harus bernasib dihukum mati
sesuai hukum Islam oleh ayahandanya sendiri Sultan Iskandar Muda karena
terbukti berbuat zina.
Peristiwa yang terjadi
pada tanggal 12 Desember 1636 M merupakan tragedi sejarah bagi kerajaan
Aceh Darusslam dan ujian besar bagi Sultan Iskandar Muda. Dimana
tumpuan harapan Sultan Iskandar Muda kepada putra satu-satunya Putra
Mahkota Poteu Cut Meurah Pupook telah dituduh melakukan zina, dan
berdasarkan penyelidikan yang diperintahkan langsung oleh Sultan
terbukti Poteu Cut Meurah Pupook telah melakukan perbuatan aib besar
bagi kerajaan Aceh Darussalam dan dosa besar didalam agama Islam yang
hukumannya adalah mati.
Sebagai Sultan
kerajaan Aceh Darussalam yang pada waktu itu sangat konsisten dan adil
didalam menegakkan hukum Islam tanpa ragu sedikitpun Sultan Iskandar
Muda menjatuhkan hukuman mati kepada putranya dengan sebuah maklumat
yang dikenang dan dicatat didalam sejarah sampai kini oleh rakyat Aceh,
Matee Aneuk Meupat Jrat Gadoh adat ho tajak mita artinya Mati Anak ada
tempat pusaranya hilang adat kemana dicari.
Sebagai salah satu
kerajaan Islam terbesar disemenanjung selat Malaka waktu itu Sultan
Iskandar Muda yang tengah berkuasa seharusnya bisa memberi grasi atau
setidak tidaknya keringanan hukuman bagi putra mahkota Kerajaan Aceh itu
akan tetapi Sultan Iskandar Muda atas pertimbangannya sebagai Sultan
Aceh hanya memberi ampunan kepada wanita yang berzina dengan Poteu Cut,
berdasarkan pertimbangan Sultan, wanita tersebut memiliki suami dan anak
yang masih kecil,sama sekali tidak memaafkan putranya meskipun para
petinggi istana kerajaan meminta keringanan kepada Sultan. Sebagai
seorang Ayah dan seorang Sultan
Kerajan Islam Aceh Darussalam tentu merasa sangat terpukul dan kecewa
atas perbuatan putranya tersebut. Bila memberikan ampunan kepada
putranya rakyat akan kehilangan kepercayaan kepadanya berserta marwah
dan martabat adat dan hukum Kerajaan Islam Aceh akan jatuh hanya karena
perbuatan Poteu Cut dimaafkan Sultan, sedangkan bila hukuman
dilaksanakan mesti Sultan Iskandar Muda kehilangan putranya sekaligus
kehilangan pewaris tahta kerajaan Islam Aceh Darussalam, adat dan hukum Islam masih tetap tegak di Kerajaan Aceh Darussalam.
Sikap dan keputusan
Sultan Iskandar Muda akan selalu dikenang selamanya sebagai simbol
keadilan di tanah Serambi Mekkah sampai detik ini. Sultan Iskandar Muda
setelah lima belas hari setelah peristiwa ini jatuh sakit dan mangkat
pada 27 Desember 1636 M, sepeninggal Sultan Iskandar Muda dan Poteu Cut
Meurah Pupook Sultan Aceh digantikan oleh menantunya Sultan Mughaiyat
Syah Iskandar Sani 1636-1641 M suami dari Putri Iskandar Muda yang
kemudian mengantikan suaminya sebagai Sultanah pertama Kerajaan Aceh
Darussalam yang bergelar Sultanah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan
Berdaulat 1641-1675 M.
Peristiwa Poteu Cut
Meurah Pupook merupakan tanda-tanda akhir kegemilangan Kerajaan Aceh
Darussalam karena sejarah mencatat setelah peristiwa Poteu Cut Meurah
Pupook satu-satunya anak lelaki Sultan Iskandar Muda dan pewaris tahta
Kerajaan Aceh Darussalam harus menerima nasib dihukum mati oleh
ayahandanya sendiri.
Kejadian ini bukanlah
peristiwa biasa karena setelah peristiwa tragedi ini terjadi Kerajaan
Aceh Darussalam berturut-turut lima kali dipimpin oleh Sultanah Ratu dan
yang terakhir Sultanah Sri Ratu Kamalat Syah anak angkat Ratu
Safiatuddin 1688-1699, baru kemudian tahun 1699 naik bertahta Sultan
Badrul Alam Syarif Hasyim Jamalullil 1699-1702M. Dari perjalanan sejarah
kerajaan Aceh Darussalam tanda-tanda kemunduran dengan peristiwa
tragedi Poteu Cut sudah dapat terbaca, karena dengan hilangnya Putra
Mahkota Kerajaan Aceh Darussalam sekaligus mangkatnya Sultan Iskandar
Muda lima belas hari peristiwa tersebut selanjutnya kepemimpinan
Kerajaan Aceh Darussalam setelah menantu kesayangan Sultan Iskandar
Muda, Sultan Iskandar Sani, Kerajaan Islam Aceh Darussalam memasuki era
kepimpinan Ratu atau Sultanah. Krisis kepemimpinan inilah yang
menyebabkan perlahan-lahan kemunduran Kerajaan Islam Aceh Darussalam dan
memasuki masa-masa suram sampai datangnya bangsa-bangsa Eropa.
Tanda-tanda zaman akan runtuhnya sebuah imperium Islam Kerajaan
Aceh Darussalam mulai terasa dengan puncak peristiwa Poteu Cut sebagai
lambang keadilan Sultan Iskandar Muda sekaligus tanda-tanda kemunduran
Kerajaa Islam Aceh Darusslam, meskipun masih bisa bertahan dengan
kepemimpinan Sultanah akan tetapi sejarah telah mencatat Sultan Iskandar
Muda telah menutup zaman keemasan Kerajaan
Islam Aceh Darussalam sebagai Sultan terbesar sepanjang zaman dengan
menguburkan putranya sendiri demi tegaknya hukum Islam di kerajaan Aceh
Darussalam.
Tepatnya peristiwa
sejarah ini seperti firasat dan ucapan terakhir Sultan Iskandar Muda
Matee Aneuk Meupat Jrat, Gadoh adat ho tajak mita, mati anak ada tempat
pusara hilang
adat kemana dicari, Titah terakhir Sultan mengandung dua makna yang
terbukti, bahwa keadilan hukum Islam dan adat Aceh meskipun masa
kesultanan telah berakhir sampai kini tetap hidup ditengah rakyat Aceh
meskipun Aceh telah benar – benar kehilangan kepemimpinan lelaki dari
garis keturunan Sultan Iskandar Muda.
Sikap dan keputusan
Sultan Iskandar Muda dengan memilih menguburkan putra mahkota Poteu Cut
Muerah Puook dan memilih tegaknya adat dan hukum Islam dikerajaan Islam
Aceh Darussalam adalah sebagai bukti watak dan karakteristik Sultan Aceh
beserta seluruh rakyat di kerajaan Islam Aceh Darussalam lebih
mengutamakan tegaknya Adat Dan Hukum daripada tegaknya kesultanan dengan
mentolerir perbuatan Poteu Cut yang telah terbukti melanggar adat dan
hukum Kerajaan Islam Aceh Darussalam. Dan kesalahan ini cukup terasa
berkabung berabad kemudian.
Poteu Cut Muerah
Pupook Putra Mahkota Kerajaan Islam Aceh Darussalam anak kesayangan
Baginda Sultan Iskandar Muda atas perintah ayahandanya setelah menjalani
hukuman mati dimakamkan diluar kandang atau makam raja-raja Aceh
disebidang tanah dan terasing sendiri makam Poteu Cut Meurah Pupook yang
kemudian dikuburan Poteu Cut ikut dimakamkan perwira-perwira tentera
Belanda yang mati didalam Perang Aceh yang terkenal dengan nama
Pekuburan Kerkhop Peucut yang sampai detik ini menjadi saksi bisu
sejarah Aceh dan Belanda, dimana beribu jasad tentera Belanda dikuburkan
dimakam Kerkhop Peucut sementara disana hanya seorang pewaris tahta
kerajaan Islam Aceh Darussalam putra Mahkota Iskandar Muda bersemayam
seorang diri karena melakukan satu kejahatan besar berbuat Zina, inilah
sejarah hidup seanjang zaman yang menceritakan bahwa Sultan dan Rakyat
Aceh lebih memilih menegakkan keadilan menurut adat dan hukum Islam
daripada meneruskan tahta kerajaan kepada putra mahkota yang telah
melakukan perbuatan tercela.
Tidak seorangpun bisa
mengubah takdir Allah SWT, jalan sejarah Aceh sepanjang abad akan tetap
terus berlangsung untuk melaksanakan amanah-amanah warisan endatu demi
menjaga tegaknya perintah Allah SWT diujung paling barat kepulauan
Nusantara ditanah air Indonesia tercinta.
0 comments:
Post a Comment
jangan lupa komentar